media-masa.id - Dalam beberapa waktu yang lalu, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Samarinda mengumumkan bahwa persyaratan administratif terkait Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) terhadap pembangunan terowongan Samarinda telah diselesaikan.
Karena dokumen tersebut belum juga diserahkan kepada pihak legislatif, fakta ini belum jelas. Seperti yang diketahui, Andi Harun, Wali Kota Samarinda, memberikan instruksi agar dokumen tersebut dikirim lebih lambat.
Menurut Angkasa Jaya Djoerani, ketua Komisi III DPRD Kota Samarinda, tidak ada AMDAL yang tersedia untuk proyek ini, baik AMDAL lalu lintas maupun AMDAL proyek itu sendiri. “Karena proyek ini dipaksakan, dokumen yang seharusnya dilengkapi malah tidak lengkap,” katanya pada hari Sabtu, 15 Juni 2024.
Menurutnya, kondisi saat ini sebanding dengan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
Menurut Angkasa, salah satu alasan proyek ini dipaksakan adalah masa jabatan Wali Kota Samarinda yang dekat. Proyek terowongan ini sangat diinginkan oleh Wali Kota untuk mengurangi kemacetan di kota.
DPRD Kota Samarinda mengundang dinas PUPR, kontraktor, dan konsultan beberapa waktu lalu untuk berbicara tentang proyek tersebut. Dalam pertemuan itu, diketahui bahwa rancangan terowongan yang disampaikan menghadapi masalah karena dinding terowongan yang dimaksudkan hanya ditutupi rumput tanpa pengaman struktural.
Sebelum ini, DPRD Kota juga menghubungi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk mengevaluasi kemungkinan longsor di lokasi proyek. BPBD menemukan bahwa area tersebut memang rawan longsor.
Angkasa bertanya, "Bagaimana jika terowongan sudah jadi dan hal yang tidak diinginkan terjadi?"
DPRD meminta dinding terowongan diperkuat dengan beton untuk mencegah bencana. Namun, anggaran proyek meningkat drastis dari awalnya Rp395 miliar menjadi Rp600 miliar karena permintaan ini. Angkasa membandingkan proyek terowongan ini dengan pembangunan flyover, selain kenaikan anggaran yang signifikan. Menurutnya, karena pembangunan terowongan ini didanai secara eksklusif oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pengawasan dan perencanaan yang lebih baik diperlukan.
Tutupnya dengan mengatakan, "Banyak yang berubah dari perencanaan, terutama anggaran yang awalnya dicantumkan sekitar Rp395 miliar menjadi Rp600 miliar."