TENGGARONG – Di tengah rimbunnya kawasan Kecamatan Marangkayu, tepatnya di Desa Prangat Selatan, hamparan pohon karet menjulang tinggi bak ladang harapan bagi ratusan kepala keluarga yang menggantungkan hidup mereka dari tetesan getahnya.
Tak sekadar menjadi sumber penghidupan warga, perkebunan karet di desa ini juga sukses menggerakkan roda perekonomian lokal melalui pengelolaan oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Bana Nusa.
Kepala Desa Prangat Selatan, Sarkono, menceritakan bahwa potensi karet telah lama menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat desa.
Dengan dukungan manajemen yang profesional dari BUMDes, komoditas karet tak lagi dipandang sebelah mata. Bahkan, tahun ini saja, hasil dari usaha perkebunan karet berhasil menyumbang Pendapatan Asli Desa (PADes) hingga Rp130 juta, dari total omzet yang mencapai Rp400 juta.
“Ini bukan cuma soal ekonomi warga, tapi tentang bagaimana kami mengelola kekayaan desa secara mandiri dan berkelanjutan,” ujar Sarkono, penuh kebanggaan, Minggu (30/3/2025).
Getah karet dari desa ini bukan hanya memenuhi kebutuhan lokal, tetapi juga dipasok ke pasar regional.
Salah satu tengkulak besar, PT Multi Karya Cemerlang, rutin membeli hasil panen karet warga Prangat Selatan, yang dijual dengan harga Rp7.000 per kilogram. Produk ini kemudian dipasarkan hingga ke Samarinda dan sekitarnya.
Keberadaan kebun karet di Prangat Selatan tak lepas dari sejarah panjang kawasan ini sebagai wilayah transmigrasi.
Sejak awal, masyarakat pendatang diberikan lahan untuk perumahan sekaligus perkebunan. Kini, hampir seluruh lahan karet tersebut telah memiliki sertifikat resmi.
Hasilnya, ketahanan ekonomi warga semakin kuat, terutama bagi para penyadap karet yang menjadi mayoritas penduduk produktif desa.
“Saya sendiri dulu penyadap karet, dan tahu betul betapa pentingnya hasil getah ini bagi dapur warga. Dari situ kami ingin menjadikan pengelolaan karet sebagai aset desa,” jelas Sarkono.
Selain sebagai penyadap, warga juga mengembangkan sektor pendukung lain seperti usaha toko kelontong, rumah makan, bengkel, hingga penginapan.
Keberadaan ekonomi sirkular ini menambah warna dinamika kehidupan desa, menjadikan Prangat Selatan sebagai salah satu desa yang cukup mandiri secara ekonomi di wilayah Kukar.
Tak puas hanya mengandalkan sektor karet, Sarkono dan tim BUMDes kini tengah mengembangkan rencana besar: menjadikan kawasan perkebunan sebagai destinasi agrowisata.
Salah satu yang tengah digagas adalah pembukaan wisata alam di kawasan Lembah Asri, sebuah lokasi potensial yang menyatu dengan area perkebunan.
“Kita ingin buat Prangat Selatan tidak hanya dikenal karena karetnya, tetapi juga sebagai destinasi wisata yang ramah lingkungan dan edukatif,” ungkapnya.
Ia meyakini bahwa pengembangan pariwisata berbasis pertanian bisa menjadi daya ungkit baru bagi ekonomi desa. Rencana ini akan dilengkapi dengan fasilitas sederhana seperti gazebo, jalur tracking kebun, spot foto, hingga wahana edukasi pertanian bagi pelajar.
Dengan semangat gotong royong dan pengelolaan desa yang transparan, Sarkono optimis bahwa masa depan Prangat Selatan tak hanya cerah dari segi ekonomi, tetapi juga dalam membangun identitas desa yang kuat dan berdaya.
“Ini bukan akhir dari perjalanan kami, tapi justru permulaan. Kami ingin tunjukkan bahwa desa bisa mandiri, bisa maju, dan bisa menjadi contoh bagi daerah lain,” tutupnya penuh semangat. (adv)