Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,76 persen pada Januari 2025 dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month). Penurunan ini terutama disebabkan oleh kebijakan diskon tarif listrik yang diberikan kepada pelanggan PT PLN (Persero) dengan daya hingga 2.200 VA. 

Menurut Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, diskon 50 persen untuk pelanggan dengan daya hingga 2.200 VA selama Januari 2025 menyebabkan tarif listrik mengalami deflasi sebesar 32,03 persen. Hal ini memberikan andil terhadap deflasi umum sebesar 1,47 persen.

Amalia menjelaskan bahwa diskon tarif listrik ini tetap dihitung dalam perhitungan inflasi karena kualitas layanan listrik tidak berubah, dan harga diskon dapat diakses oleh banyak pelanggan. Pencatatan diskon dalam perhitungan inflasi mengikuti panduan Consumer Price Index Manual yang menjadi acuan global dalam penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK).

Selain tarif listrik, beberapa komoditas lain juga turut menyumbang deflasi, meskipun dalam skala lebih kecil. Komoditas seperti tomat, ketimun, tarif kereta api, dan tarif angkutan udara masing-masing memberikan andil deflasi sebesar 0,01 persen. Namun, beberapa komoditas mengalami kenaikan harga, seperti cabai merah (0,19 persen), cabai rawit (0,17 persen), ikan segar, minyak goreng, dan bensin (0,03 persen), yang menahan laju deflasi. 

Secara geografis, 34 dari 38 provinsi mengalami deflasi, dengan Papua Barat mencatat deflasi terdalam sebesar 2,29 persen. Sementara itu, empat provinsi mengalami inflasi, dengan Kepulauan Riau mencatat inflasi tertinggi sebesar 0,43 persen. 

Secara tahunan (year-on-year), inflasi Januari 2025 tercatat sebesar 0,76 persen, didorong oleh kenaikan harga di kelompok makanan, minuman, dan tembakau (3,69 persen), terutama minyak goreng, sigaret kretek mesin, cabai rawit, kopi bubuk, dan beras.