Maksimalkan Potensi Daerah : PMII Kaltim Minta Gubernur Baru Kaltim Maanfatkan IPR
Kaltim - Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kalimantan Timur (Kaltim) mendorong implementasi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang mengatur izin pertambangan rakyat (IPR).
Ketua PKC PMII Kaltim, Sainuddin mengatakan bahwa, kondisi pertambangan di kaltim masih marak masyarakat melakukan penambangan ilegal.
Dengan adanya peraturan ini, PMII Kaltim mendorong Pemerintah Provinsi Kaltim khususnya Gubernur baru untuk menerapkan regulasi yang telah ditetapkan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kaltim, khususnya di sektor pertambangan.
“Dalam upaya pemerintah mendukung kegiatan pertambangan rakyat dan mengatasi kegiatan PETI (Pertambangan Tanpa Izin) melalui penyusunan Pedoman Penyelenggaraan IPR,” kata Sainuddin.
Sainuddin menegaskan, bahwa PMII Kaltim merespon positif tentang kebijakan tersebut, selama mengedepankan kesejahteraan masyarakat. Sehingga, langkah cepat dari gubernur sangat diperlukan untuk mewujudkan misi prorakyat yang menjadi salah satu prioritasnya, terutama dalam memberikan solusi bagi masalah tambang rakyat yang selama ini terabaikan.
“Kami berharap akan ada gebrakan awal terkait legalisasi tambang rakyat. Kami mendukung penuh misi gubernur yang fokus pada kesejahteraan rakyat, dan ini harus didukung oleh semua pemangku kepentingan, baik pemerintah daerah, legislatif, maupun masyarakat,” ucapnya.
Sainuddin menjelaskan, regulasi terkait pertambangan rakyat sudah ada, pemerintah daerah sejauh ini belum maksimal dalam memanfaatkan potensi legalisasi pertambangan rakyat yang diatur dalam Undang-Undang Minerba dan PP yang baru-baru ini diterbitkan.
Banyak masyarakat, terutama petani penambang, yang telah menjalankan aktivitas pertambangan tanpa izin resmi, dan mereka sangat berharap agar usaha mereka bisa mendapatkan legalitas untuk memberikan kepastian hukum serta dampak positif ekonomi bagi petani tambang dan daerah.
Peraturan-peraturan yang ada saat ini sudah cukup memadai untuk mengatur legalisasi pertambangan rakyat, seperti PP 25 Tahun 2024 yang menggantikan PP 96 Tahun 2021. Peraturan tersebut sudah mengatur semua aspek teknis yang diperlukan dalam proses perizinan wilayah pertambangan rakyat (WPR).
“engan kegiatan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi, diharapkan mampu memberikan kepastian hukum dalam kegiatan penambangan yang berizin, menanggulangi masalah sosial, meningkatkan perekonomian masyarakat, menciptakan lapangan kerja, serta mengendalikan kerusakan lingkungan,” bebernya.
“Tanpa legalitas, kegiatan mereka tidak memberikan kontribusi signifikan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD), sementara kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal terus berlangsung,” tambahnya.
Lebih lanjut, jika tidak ada gerakan dari pemerintah untuk mendorong penerapan kebijakan tersebut, maka kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh penambangan ilegal akan terus berlanjut. Tanpa izin resmi, penambangan rakyat tidak dapat diawasi dengan baik, yang pada gilirannya berdampak pada kerusakan alam yang semakin parah, seperti pencemaran air dan kerusakan ekosistem.
Dengan adanya legalitas dan pengawasan yang lebih baik, kegiatan penambangan rakyat bisa dilakukan secara lebih ramah lingkungan dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian daerah.
Pemerintah juga dapat mengontrol sekaligus memanfaatkan tambang untuk kesejahteraan rakyat. Selain itu, kegiatan ini bisa menghasilkan PAD yang lebih besar, yang nantinya bisa digunakan untuk pembangunan daerah.
“Dengan legalitas tambang rakyat memungkinkan pemerintah untuk mengelola pendapatan daerah secara lebih optimal, sekaligus menciptakan lingkungan yang lebih aman dan teratur bagi masyarakat penambang” pungkasnya.