Samarinda - Di balik perbukitan hijau Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, berdiri sebuah desa kecil yang kini mulai menarik perhatian luas. Desa Budaya Lung Anai, meskipun hanya memiliki luas sekitar 185 hektare dan seluruhnya berupa permukiman, menyimpan potensi ekonomi besar yang muncul dari tanahnya sendiri tanaman kakao.
Sebagian besar masyarakat Lung Anai berasal dari sub-suku Dayak Kenyah Lepoq Jalan yang sehari-harinya hidup sebagai petani dan pekebun. Tanaman kakao sudah lama mereka budidayakan, namun baru beberapa tahun terakhir komoditas ini diolah menjadi produk bernilai tinggi yang diberi nama “Coklat LA”, singkatan dari Lung Anai.
Produk cokelat ini menjadi simbol inovasi desa dan hasil dari kerja sama multipihak, termasuk Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, PT Multi Harapan Utama (MHU), Yayasan PEDE, serta swadaya dari masyarakat dan pemerintah desa.
“Saya dan masyarakat Lung Anai tidak pernah membayangkan bahwa kakao yang selama ini hanya menjadi tanaman biasa di kebun kami, bisa diolah menjadi produk seperti ini dan dikenal sampai luar daerah,” ujar Kepala Desa Lung Anai, Lukas Nay, beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan bahwa keberhasilan ini tidak lepas dari semangat kolektif dan dukungan dari berbagai pihak. Menurutnya, desa kecil seperti Lung Anai memiliki peluang besar jika diberi ruang untuk berkembang.
“Kami ingin menunjukkan bahwa desa kecil seperti Lung Anai juga bisa punya produk unggulan yang membanggakan. Coklat LA bukan hanya soal cokelat, ini adalah simbol perubahan dan harapan kami,” lanjutnya.
Kunjungan Menteri Desa dan PDT, Yandri Sutanto, ke desa tersebut menjadi titik balik penting. Lukas menyambut langsung kedatangan menteri, bahkan meski dirinya baru pulih dari opname. Ia tetap berdiri tegap dan menjelaskan kepada rombongan menteri tentang potensi kakao dan rencana besar yang sedang ia bangun.
“Kami ingin desa ini mandiri secara ekonomi, punya jati diri, dan bisa bersaing dengan daerah lain. Bahkan, mimpi saya sederhana tapi besar: suatu hari, nama Lung Anai dikenal orang karena cokelatnya, bukan hanya karena alamnya,” ucap Lukas penuh semangat.
Pertemuan berikutnya dengan Lukas terjadi dalam ajang Gelar Teknologi Tepat Guna (TTG) XI di Penajam Paser Utara. Dalam kegiatan tersebut, Coklat LA tampil sebagai salah satu produk unggulan dan menarik perhatian banyak pengunjung, termasuk Wakil Gubernur Kalimantan Timur.
Lukas menjelaskan kepada pengunjung bahwa seluruh proses pembuatan cokelat mulai dari budidaya kakao hingga pengemasan dikerjakan langsung oleh masyarakat Lung Anai. Ia menyampaikan bahwa produk ini adalah hasil dari tangan-tangan desa, bukan pabrik besar.
“Ini bukan hanya tentang cokelat, ini tentang harapan dan masa depan desa kami,” katanya saat berbincang dengan penulis usai kegiatan.
Ada pula kisah sederhana namun menyentuh, ketika Lukas mencari foto bersama dari acara TTG yang belum sempat didokumentasikan dengan baik oleh timnya. Setelah dicari, potongan gambar dari video akhirnya berhasil dikirimkan dan membuatnya lega. “Terima kasih banyak,” katanya singkat, namun dengan raut wajah yang tulus.
Tak hanya soal inovasi, cerita pribadi Lukas juga menyiratkan keteguhan hati. Di ponsel penulis, ia menyimpan kontaknya sebagai “Lukas Lung Anai Kades DOUBLE T” yang belakangan diketahui adalah inisial dari almarhum putranya. Duka itu justru memunculkan kekuatan baru dalam dirinya untuk terus berjuang membangun desanya.
Puncak dari perjuangannya terlihat saat Coklat LA meraih Juara 1 Produk Unggulan Khas Desa pada TTG XI. Lukas naik ke panggung dengan senyum dan mata yang berbinar, membawa nama Lung Anai ke tingkat provinsi. Dua hari setelahnya, ia langsung bersiap untuk mengikuti misi dagang Kalimantan Timur ke Jawa Timur.
Dalam proposal TTG yang ia kirimkan sebelumnya, tertulis satu kalimat yang kini menjadi nyata: “Si kecil, pengaruhnya besar.” Dan dari sebuah desa terpencil bernama Lung Anai, lahir mimpi besar yang kini mulai bergema ke luar Kalimantan Timur.(Adv/DpmpdKaltim/Ion)